Jakarta, Intra62.com – Ketua Badan Pengkajian MPR: Badan Kehormatan MPR bersifat ad hoc. Menurut Djarot Saiful Hidayat, Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Badan Kehormatan MPR dibentuk sebagai tanggapan atas pengaduan pelanggaran kode etik oleh anggota MPR saat menjalankan tugasnya.
Menurutnya, pada hari Rabu (25/9) dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019–2024, Peraturan MPR RI tentang Tata Tertib MPR terbaru telah disetujui. Dengan penambahan alat kelengkapan, Badan Kehormatan MPR RI, peraturan itu mengalami beberapa perubahan.
baca juga : Ketua MPR RI Bamsoet Dukung AHY Berantas Mafia Tanah
Selain Badan Kehormatan MPR, dia menyatakan bahwa pasal dan ayat baru mencakup topik pembentukan panitia ad hoc. Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) membedakan pembentukan panitia ad hoc untuk membahas pengubahan UUD NRI Tahun 1945 dari panitia ad hoc lain.
Sidang Paripurna MPR membentuk panitia ad hoc untuk membahas pengubahan UUD NRI Tahun 1945, yang diputuskan oleh MPR. Sementara itu, rapat gabungan membentuk panitia ad hoc untuk membahas hal lain selain pengubahan UUD NRI Tahun 1945, yang diputuskan oleh pimpinan MPR.
Perubahan nama dari “Keputusan MPR” menjadi “Putusan MPR” adalah bagian baru dari pasal dan ayat lainnya. Dalam rumusan baru Pasal 98, dia menyatakan bahwa pembentukan putusan MPR untuk jenis putusan MPR yang bersifat pengaturan (regeling) dilakukan melalui tiga tingkat pembicaraan.
Dia berpendapat bahwa keputusan MPR terdiri dari UUD NRI Tahun 1945, ketetapan MPR, peraturan MPR, dan keputusan MPR; dalam hal ini, Pasal 108 ayat (2) membedakan antara keputusan yang bersifat pengaturan dan keputusan.
Pada Rapat Gabungan MPR RI pada tanggal 23 September 2024, kami telah melaporkannya, dibahas, dan disetujui.
(red/ratna)