Jakarta , Intra62.com . Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) yang akan diluncurkan pada tahun 2025 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi kepala daerah dalam membangun sistem pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan efisien.
Menurut Setyo Budiyanto, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), MCP adalah alat strategis yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk mengevaluasi seberapa efektif rencana aksi pencegahan korupsi.
Pencegahan korupsi memerlukan penegakan hukum dan memastikan regulasi menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK di Jakarta, Rabu, Setyo menyatakan bahwa MCP harus menjadi sistem yang memperkuat tata kelola. Tanpa menghalangi sektor usaha dan pembangunan ekonomi.
MCP menjadi tolok ukur penting untuk memastikan standar minimal tata kelola pemerintahan daerah di seluruh Indonesia . Dan memperkuat upaya pencegahan korupsi.
Berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dievaluasi secara menyeluruh sebelum pembuatan Indikator MCP 2025.
Indikator-indikator ini selaras dengan kesulitan dan kebutuhan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.
Setyo menambahkan bahwa MCP diharapkan dapat membantu pengawasan, pengawasan, pengendalian, dan pencegahan bagi setiap daerah. Ke depannya, daerah harus mampu melakukan pengawasan langsung terhadap kondisi wilayahnya, mengontrol potensi kerawanan, serta mengamati (pengawasan) dengan pendekatan kearifan lokal, sehingga tujuan pencegahan korupsi dapat tercapai
KPK, bersama dengan Kemendagri dan BPKP, telah menerapkan MCP di 546 pemerintah daerah pada tahun 2024.
Nilai capaian nasional secara keseluruhan mencapai 76, meningkat satu poin dibandingkan tahun sebelumnya, menurut hasil evaluasi MCP 2024.
Meskipun demikian, ada beberapa perbaikan yang diperlukan untuk mempercepat pencegahan korupsi melalui MCP.
MCP kurangi Celah Korupsi
Selain itu, MCP 2025 memiliki indikator yang diperbarui untuk mengurangi celah korupsi. Perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD. Dan optimalisasi pajak daerah adalah delapan fokus intervensi utama.
Menurut Didik Agung Widjanarko, Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, delapan wilayah tersebut memiliki 16 sasaran pencegahan korupsi dengan 111 indikator.
Dia menyatakan bahwa sasaran pencegahan yang mencakup tiga aspek utama—transparansi, regulasi dan kebijakan. Serta akuntabilitas—ditetapkan berdasarkan identifikasi kerawanan korupsi di area tersebut.
Ia berharap penyempurnaan ini akan membantu pemerintah daerah lebih baik dalam mencegah korupsi dan meningkatkan tata kelola pemerintahan.
Menurutnya, “Diharapkan melalui MCP ini dapat diikuti dengan tindakan nyata dalam pencegahan korupsi di daerah.”
( Anisa-red)