INTRA62.com | JAKARTA
Hari Tritura diperingati setiap tanggal 10 Januari. Momen bersejarah ini disebut sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat bermula dari tragedi berdarah Gerakan 30 September 1965. Tragedi tersebut berujung pada aksi yang digagas oleh Gerakan Mahasiswa yaitu aksi Tritura dengan dalih pemerintah Orde Lama lamban dan bimbang terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai biang keladi kerusuhan. dalam Gerakan 30 September 1965.
Baca juga: Kunjungan PM Malaysia Disambut Hangat Jokowi Di Istana Bogor
Lalu bagaimana sejarah Tritura dan apa saja tuntutan di dalamnya. Simak penjelasan berikut ini.
1. Sejarah Hari Tritura 10 Januari
Dilansir dari website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 10 Januari 1966 merupakan catatan sejarah aksi mahasiswa yang dimotivasi ketidakpuasan dan kehausan akan keadilan. Tindakan ini terkait erat dengan penentangan terhadap peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Aksi para pemuda ini erat kaitannya dengan penentangan terhadap peristiwa G30S PKI pada tahun 1965. Saat itu, massa melakukan aksi damai sebagai bentuk penderitaan atas krisis bangsa.
Maka aksi mahasiswa pada 10-13 Januari 1966 merupakan bentuk kekecewaan terhadap rezim yang berkuasa. Kurang tanggapnya tirani komunis memicu munculnya TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yang mewakili kehausan rakyat untuk menurunkan harga barang, merombak Kabinet Dwikora dan menyingkirkan Partai Komunis Indonesia.
Hal ini membuat mahasiswa yang haus akan keadilan mengunjungi Gedung Sekretariat pada 10 Januari 1966.
Demonstrasi Tritura diikuti oleh beberapa organisasi antara lain KAMI (Serikat Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPI (Serikat Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Serikat Aksi Mahasiswa Indonesia), KABI (Serikat Aksi Buruh Indonesia), KASI (Serikat Aksi Cendekiawan Indonesia). ), KAWI (Serikat Aksi Perempuan Indonesia), KAGI (Serikat Aksi Guru Indonesia) dan sebagainya.
Namun, yang mereka temui bukan Wakil Perdana Menteri Chaerul Shaleh, melainkan semburan gas air mata. Kondisi kronis ini tidak menyurutkan mahasiswa untuk mengadakan long march yang diperpanjang hingga 13 Januari 1966.
2. Dampak Aksi Tritura
Suasana genting akhirnya mendorong Sukarno melakukan reshuffle kabinet. Pada 21 Januari 1966 Soekarno juga mengumumkan kabinet baru.
Keppres yang direalisasikan masih belum sesuai dengan aspirasi mahasiswa, sehingga aksi protes kembali digelar pada 24 Februari 1966.
Saat itu terjadi peristiwa berdarah yang menewaskan seorang mahasiswi Universitas Indonesia (Arif Rahman Hakim). Akibat kekacauan yang terjadi, pemerintah dengan tegas membubarkan AS.
Antipati terhadap pemerintah kemudian dilanjutkan oleh KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) yang saat itu mengobrak-abrik Departemen Luar Negeri sebagai tempat kedudukan Menteri Subandrio.
Berawal dari pameran mahasiswa, MPRS menyadari bahwa keterpurukan ekonomi disebabkan oleh lemahnya pengawasan DPR terhadap kebijakan ekonomi. Saat itu, kepentingan ekonomi tersingkir dari kepentingan politik karena pemikiran rasional dalam memecahkan masalah ekonomi.
Keadaan ini memaksa MPRS untuk mencari jalan keluar dengan mengadakan stabilitas dan rehabilitasi yang tertuang dalam Ketetapan No. XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang pada hakekatnya merupakan strategi konseptual untuk mengatasi keterpurukan ekonomi yang terjadi. sudah terjadi sejak tahun 1955. Solusi pemerintah untuk membenahi masalah ekonomi adalah dengan mengendalikan inflasi, merehabilitasi kebutuhan pangan, merehabilitasi infrastruktur ekonomi, meningkatkan kegiatan ekspor, dan memenuhi kebutuhan pangan.
Perjuangan mahasiswa tahun 1966 merupakan bentuk perlawanan dalam memperjuangkan kehidupan yang sejahtera. Jadi Hari Tritura adalah pengingat untuk menghargai kemandirian dan kebahagiaan.
Padahal Tritura adalah sejarah yang menggambarkan peran mahasiswa sebagai anak bangsa yang peristiwanya tak lekang oleh waktu karena terukir dalam kisah sejarah.
3. Isi Tuntutan Mahasiswa
Berikut tiga tuntutan mahasiswa di Tritura:
- Bubarkan Partai Komunis Indonesia, karena pemerintah dinilai lamban dalam mengambil sikap terhadap PKI yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S dan banyak tokoh komunis yang masuk kabinet pemerintahan.
- Reshuffle Kabinet Dwikora, karena dianggap Pemerintah tidak bisa mengontrol stabilitas politik, ekonomi, dan sosial. Menurut masyarakat, Presiden Soekarno lebih mementingkan perebutan Irian Barat dan konfrontasi Indonesia-Malaysia.
- Harga Turun, kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah kurang tepat yang membuat stabilitas ekonomi semakin buruk.
(red/intra62)
Baca Artikel lainya:
Kapolri : Sinergitas Polri dan TNI Terjalin Baik
Mendagri : Penanganan Stunting Butuh Dukungan Digitalisasi Data