Batam, INTRA62.com – Penggeledahan terkait dugaan korupsi barang kena cukai (rokok) yang ditaksir merugikan negara sampai ratusan miliar rupiah. Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan 2 kali penggeledahan di kantor Badan Pengusahaan Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, 27 dan 28 Maret 2023.
Kepala Badan Pengushaan BP Kawasan Pedagangan Bebas dab Pelabuhan Bebas (KPBPB) Tanjung Pinang.
Ikhasn Fansuri mengatakan penyidik KPK menggeledah tiga ruangan di kantornya. Lanjut penyidik KPK juga mengambil dokumen BP Tanjung Pinang periode 2016 sampai 2019.
“Hari ini (saya) belum ditanya oleh penyidik, saya hanya boleh jawab itu,” ungkap ikhsan, pada Selasa (28/3/23).
Baca juga : Tanggapan Beberapa Tokoh Terkait Maraknya Warganet Bongkar Kekayaan Pejabat
Lewat pernyataan secara tertulis, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menyampaikan, diduga ada perhitungan fiktif pengaturan barang kena cukai berupa kuota rokok di Tanjung Pinang.
Hal itu dapat berpotensi menimbulkan kerugian pada negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Akan segera dilakukan analisis dan penyitaan barang bukti, dan juga akan dikonfirmasi kepada para saksi dan juga tersangka,” terangnya.
Pengajuan kuota rokok bebas cukai di setiap KPBPB didasari pada jumlah penduduk dan tingkat konsumsi rokok masyarakat. Yang menjadi masalah, masing-masing wilayah KPBPB, penentuan tingkat konsumsi rokoknya itu tidak memiliki dasar hitungan yang pasti.
Badab Pengusahaan (BP) Bintan sebagai pengelola KPBPB Bintan pernah mangajukan kuota rokok bebas cukai senilai 1,82 miliar batang rokok per tahun pada 2018.
Sedangkan, jumlah penduduk di KPBPB Bintan hanya berkisar 78.089 orang, yang artinya BP Bintan mengestimasikan setiap penduduk KPBPB Bintan, termasuk anak-anak dan anak balita, mengonsumsi 64 batang rokok per harinya.
Ditahun yang sama, BP Tanjung Pinag mengajukan kuota rokok bebas cukai sebanyak 904 juta batang per tahun. Sedangkan, jumlah penduduk di KPBPB Tanjung Pinang ada 7.000 orang. Yang artinya, BP Tanjung Pinang mengestimasikan setiap penduduknya, termasuk anak-anak dan anak balita, mengonsumsi 354 batang rokok per harinya.
Hal tersebut dinilai tidak mungkin karena mengingat rata-rata konsumsi rokok nasional per harinya ‘hanya’ 12 batang.
Yang lebih mungkin terjadi adalah kuota bebas cukai sengaja dilebihkan pihak tertentu dan selanjutnya diedarkan ke daerah di luar KPBPB.
Rokok ilegal itu dijual murah berkisar Rp 300 sampai Rp 600 per batang dari harga rokok legal.
Universitas Gadjah Mada melakukan survei rokok ilegal pada 2018 yang menunjukan, sebanyak 2,4 persen rokok polos ilegal yang beredar di Jambi adalah rembesan dari kawasan KPBPB. (red)