Jakarta, INTRA62.com – Rafael Alun Trisambodo salah satu pejabat publik yang dipecat dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah ditemukan adanya indikasi pelanggaran pada harta nya.
Kasus ini terkuak setelah warganet ramai-ramai menguak gaya hidup mewah keluarganya di media sosial.
Tak hanya Rafael, Darmanto Kepala Bea Cukai Yogyakarta juga diberhentikan dari jabatanya setelah kerap memamerkan hartanya.
Yang paling baru, Sudarman Harjasaputra selaku Kepala Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Timur juga bernasib sama setelah warganet mengungkap istrinya yang kerap memamerkan hartanya.
Baca juga: Rafael Alun Trisambodo dicopot, Klarifkasi harta
Media Sosial
Medsos atau media sosial kerap menyuguhkan unggahan berisi pejabat publik serta keluarga yang kerap kali memamerkan harta nya.
Memang apa masalahnya memamerkan harta di media sosial? Sebenarnya hal itu sah-sah saja. Tetapi tak jarang Profil dan Kekayaan yang dilaporkan oleh para pejabat di Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) itu tak sesuai.
Bahkan, berita tentang pejabat yang bermewah-mewahan ini kerap kali berujung pada pemecatan.
Pakar Komunikasi Digital UI
Firman Kurniawan, Pakar Komunikasi Digital Universitas Indonesia (UI) menilai fenomena ini merupakan bentuk dari ketidakpuasan publik pada pejabat dan tokoh politik.
“Rasa tidak puas dapat berasal dari pengalam pribadi, seperti halnya menerima layanan tokoh politik atau pejabat, sering disingkir-singkirkan saat lewat di jalan raya atau tol,” ujar Firman.
“Juga rasa tidak puas bisa berasal dari informasi di media sosial,” tambahnya.
Firman menambahkan, fenomena ini harus ditangani pemerintah dengan hati-hati.
“Menegakkan hukum dengan cara tersebut adalah ilegal, tidak akan berujung baik, justru menimbulkan saling permusuhan yang tak terkendali. Sungguh ini bukan keadaan yang baik,” ujarnya.
Sosiolog UNS
Sementara Menurut Surakarta Aris Arif Mundayat, Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) fenomena ini berawal pada kesenjangan sosial ekonomi.
“meskipun pekerja pajak dan bea cukai gajinya beda, tetap saja jumlah harta yang diperlihatkan tak wajar,” ujar Aris.
Hal tersebut diperburuk dengan minimnya transparansi pejabat pada perolehan harta kekayaannya.
minimnya transparansi dapat berdampak munculnya kecurigaan bahwa harta tersebut didapatkan dengan cara yang tak wajar.
“kecurigaan muncul ketka orang membangdingkan apa yang dipamerkan dan dicatat LHKPN tidak sesuai, karena orang kan memang kmencari data kekayaan dalam LHKPN karen mudah,” tutupnya. (DA)