Jakarta, Intra62.com – Pemakzulan atau yang disebut juga impeachment adalah proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi, di Indonesia Pemakzulan Presiden dimuat dalam UUD 1945.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makzul adalah berhenti memegang jabatan atau turun takhta.
Dengan begitu, pemakzulan dapat berarti proses pendakwaan yang berujung pada pemecatan atau pelepasan jabatan, atau hanya merupakan pernyataan dakwaan resmi.
Berdasarkan Pasal 7B UUD 1945, usulan pemakzulan Presiden hanya dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR) dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
Akan tetapi, usulan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden baru dapat diajukan oleh DPR kepada MPR setelah lebih dulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi guna mengadili dan memutus pendapat DPR mengenai hal pelanggaran yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden.
Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945, pemakzulan terhadap presiden dapat terjadi apabila presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan berkhianat kepada negara, seperti korupsi, suap, tindak pidana berat, atau perilaku tercela.
Baca juga: Sekjend AWDI Balham Wadja SH: Justru Aneh kalau DPR tidak Gunakan Hak Angket dalam Kecurangan Pemilu, Ada apa?
Pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR (ayat 3).
Setelah pengajuan dilakukan, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima oleh MK.
Apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan pasal 7B, DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada MPR.
MPR selanjutnya harus menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari setelah MPR menerima usul tersebut.
Keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
Alat bukti yang dilampirkan
DPR wajib melampirkan dalam permohonannya alat bukti sebagai berikut:
- Risalah dan/atau berita acara proses pengambilan keputusan DPR bahwa pendapat DPR didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
- Dokumen hasil pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR yang berkaitan langsung dengan materi permohonan.
- Risalah dan/atau berita acara rapat DPR.
- Alat-alat bukti mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden yang menjadi dasar pendapat DPR.
Referensi:
- Marzuki, M Laica. (2010). Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Konstitusi. Vol. 7, Nomor 1, Februari 2010.
- Berger. Raoul Impeachment. (1974). The Constitutional Problems. USA: Bantam Books.