Yogyakarta , Intra62.com . Ratusan prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengarak enam gunungan hasil bumi dalam prosesi Hajad Dalem Grebeg Besar pada hari Sabtu, memperingati Idul Adha Tahun Je 1958/2025.
Diangkat dari Bangsal Pancaniti, Keraton Yogyakarta, gunung-gunung tersebut diarak menuju halaman Masjid Gedhe Kauman. Dan melalui Regol Brajanala, Sitihinggil Lor, dan Pagelaran. Sebagian gunungan diberikan langsung kepada masyarakat di tempat itu sebagai doa.
Tiga gunungan tambahan diberikan kepada Pura Pakualaman, Ndalem Mangkubumen, dan Kompleks Kepatihan.
Menurut Penghageng Kawedanan Hageng Kridhomardowo dari Keraton Yogyakarta KPH Notonegoro. Grebeg adalah manifestasi filosofi masyarakat Yogyakarta yang menjunjung tinggi keteraturan, hormat pada pemimpin, dan syukur atas berkah.
Pada tahun ini, pembagian gunungan ke Kompleks Kepatihan diwarnai dengan kembalinya tradisi “Nyadhong”, yang sesuai dengan tradisi Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Menurut kebiasaan, gunungan diambil langsung dari keraton oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Tri Saktiyana. Kemudian, dengan pengawasan Bregada Bugis, gunungan dibawa ke Kompleks Kepatihan.
Notonegoro berkata, “Dari Kepatihan yang datang ke keraton untuk “nyadhong” atau meminta gunungan, lalu dibawa pulang dan dibagikan.”
Ndalem Mangkubumen, Pura Pakualaman, dan Masjid Gedhe Kauman adalah tempat lain di mana gunung dibagi.
Prosesi diawasi oleh sepuluh bregada dari prajurit Keraton Yogyakarta, yaitu Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa.
Bregada Bugis secara khusus mengawasi jalur distribusi hingga ke titik akhir di Kepatihan. Sementara Dragunder dan Plangkir, dua bregada dari Pura Pakualaman, mengawasi prosesi menuju Pura Pakualaman.
Selama prosesi ini, Keraton juga menggambarkan kehadiran prajurit putri Langenastra. Saat lampah macak, mereka menari tayungan menuruni tangga Sitihinggil di belakang barisan Mantrijero.
Atraksi tersebut merupakan upaya untuk menghidupkan kembali kebiasaan lama yang berasal dari masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Pranatan adat lama
Ketua Pelaksana Grebeg Besar 2025, KRT Kusumanegara, menyatakan, “Tata cara ini mengacu pada pranatan adat lama untuk menjaga kesakralan dan kelancaran prosesi.”
Selama prosesi Grebeg Besar, area di sekitar Keraton Yogyakarta ditetapkan sebagai zona larangan terbang. Yang berarti tidak boleh terbang dari permukaan tanah hingga 150 meter. Ketentuan ini dibuat untuk menjaga kelancaran dan menghormati jalan Hajad Dalem.
Wisata Kedhaton dan Tamansari hanya ditutup pada Jumat (6/6) dan Sabtu (7/6) karena peringatan Idul Adha di sekitar Keraton.
Baca juga : Jelang Ramadhan , Pj Ketum AWDI Balham Wadja Lantik DPW Yogyakarta, Beri Pesan Khusus
(Anisa-red)