Bondowoso ,Intra62.com . Perayaan Maulid yang menggambarkan cinta tak bersyarat Nabi Muhammad. Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Muslim di Indonesia mulai menggelar kegiatan keagamaan untuk memperingati maulid atau hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Menurut catatan sejarah, hari lahir terakhir nabi dalam agama samawi adalah 12 Robiul Awal. Namun, orang Islam di Indonesia dapat memeriahkan tanggal itu secara bergiliran selama satu bulan penuh.
Menurut ulama dari paham “ahlussunah wal jama’ah”, peringatan maulid adalah bukti cinta umat kepada junjungan dan teladan agungnya, yang telah mengangkat jiwa dan peradaban umat dari kegelapan ke cahaya, atau “minaddzulumaati ilannuur.”
Cinta kepada teladan sempurna pembawa cahaya iman Islam tidak hanya ditunjukkan dan digali pada bulan Rabiul Awwal dalam kalender Hijriah.
Sepanjang masa, kita harus memiliki tanggung jawab besar untuk terus menerus mengikuti apa yang diajarkan Nabi Muhammad . Dan melakukannya seperti yang dilakukannya setiap hari dengan motivasi dan niat penuh cinta.
Meminjam istilah David Ramon Hawkins, peneliti Ilmu Kesadaran, bidang sains spiritual berbasis penelitian ilmiah ini dipopulerkan di Indonesia oleh Bang Aswar. Apa yang dipertontonkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya adalah ekspresi dari keadaan cinta tanpa syarat.
Baca juga : Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Secara umum, cinta selalu memiliki alasan di baliknya, yaitu keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Jika seorang laki-laki mencintai seorang perempuan hingga mereka menikah, syarat-syarat seperti ingin diperlakukan dengan hormat dan menerima cinta sebagai balasan biasanya akan menyebabkan konflik.
Cinta orang tua terhadap anak mereka juga hampir selalu disertai dengan syarat, sehingga seringkali hubungan mereka berakhir dengan konflik.
Menurut Ilmu Kesadaran, setiap orang tua, di posisinya masing-masing, seharusnya sudah selesai dengan dirinya sendiri. Orang tua seperti ini akan menjalankan tanggung jawab pengasuhan mereka dengan cinta kasih dan tanpa memaksakan syarat apa pun pada anaknya.
Cinta Tanpa Syarat
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang dipenuhi dengan cinta tanpa syarat akan tumbuh menjadi individu yang mandiri dan siap untuk menyampaikan cinta kasih tanpa syarat kepada siapapun dan apapun.
Cinta tanpa syarat berasal dari jiwa yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Jiwa seperti ini akan mengekspresikan cintanya secara penuh tanpa mengharapkan apa pun dari orang yang dicintainya.
Karena Rasulullah Muhammad SAW adalah sosok yang sempurna dan jiwanya suci, cintanya kepada seseorang tidak pernah dipengaruhi oleh syarat atau imbalan.
Dalam satu cerita, Nabi Muhammad menunjukkan cintanya yang tidak terbatas kepada seorang pengemis Yahudi yang buta. Setiap hari, Nabi mengunjungi pengemis dan dengan lembut menyuapinya. Meskipun demikian, orang itu mengucapkan sumpah serapah dan caci maki kepala Muhammad secara bersamaan.
Bahkan pengemis itu mengingatkan si penyuap makanan agar menghindari bertemu dengan Muhammad. Pengemis itu tidak tahu kalau orang yang dengan telaten menyuapi dirinya itu adalah orang yang dia benci.
Karena jiwanya bebas, Nabi Muhammad tidak tersinggung atau sakit hati mendengar perkataan pengemis Yahudi itu. Cintanya kepada orang lain tidak hilang hanya dengan mengatakannya.
Energi keilahian ada dalam cinta tanpa syarat. Meskipun dampaknya kadang-kadang membutuhkan waktu, energi itu masuk dengan tenang ke seluruh jiwa.
Setelah wafat pembawa ajaran nilai “rahmatan lil ‘aalamiin”—menjadi rahmat bagi seluruh alam—. Si pengemis buta itu baru merasakan cinta tanpa syarat dari Nabi Muhammad.
Sahabat Nabi Muhammad menyuapkan makanan itu setelah itu. Di sela cerita tentang kebenciannya kepada nabi, ia mengeluh kepada sahabat nabi karena mereka menyuapinya dengan cara yang berbeda daripada cara nabi menyuapinya dengan selembutnya.
Akhirnya, sahabat itu mengatakan kepadanya bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang dia pergunjingkan setiap hari.
Pengemis Beriman
Setelah mendengar itu, si pengemis menangis karena menyesali perkataannya sebelumnya. Ia telah membenci Muhammad, orang yang hanya mendengar cerita orang lain. Ternyata cerita yang dia dengar tentang Muhammad berbeda 180 derajat dari apa yang sebenarnya terjadi. Muhammad adalah orang yang ramah dan penyayang.
Si pengemis itu langsung beriman dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Dalam kisah lain, Nabi pernah pergi ke Kota Thaif, di luar Makkah, bersama sahabatnya Zaid bin Haritsah. Di kota itu, Nabi Muhammad diusir dan dilempari dengan batu hingga berdarah.
Setelah melihat perlakuan itu, Nabi Muhammad tidak merasakan dendam. Bahkan, ketika melaikat memintanya untuk membalas tindakan kejamnya terhadap tokoh dan penduduk Kota Thaif, Nabi Muhammad justru menolaknya.
Nabi justru berharap bahwa anak cucu mereka akan beriman, meskipun mereka saat ini belum menerima ajaran mulia tersebut. Seluruh penduduk asli “kota mawar” itu sekarang beragama Islam. Cinta tanpa syarat selalu menghasilkan keindahan dan kebaikan.
Akibatnya, Nabi Muhammad selalu menekankan pentingnya cinta untuk diterapkan oleh umatnya kepada semua orang yang ada di Bumi. Ini ditunjukkan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, di mana dia berkata, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Perilaku atau akhlak biasanya merupakan cara cinta diekspresikan. “Innamaa buitstu liutammima makaarimal akhlaq,” artinya, “Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Ini adalah alasan mengapa Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menebarkan ajaran Ilahi di dunia.
Karena itu, umat Islam seharusnya menjadi pelopor kelembutan dan kebaikan akhlak, bahkan menjadi rahmat bagi semua orang di Bumi. Orang-orang di Indonesia, yang biasanya merayakan Maulid Nabi dengan membaca selawat, juga harus menunjukkan kecintaan mereka pada Nabi dengan menunjukkan akhlak yang baik dan lembut kepada sesama.
Salah satu cara menunjukkan cinta kepada Nabi Muhammad SAW adalah dengan menjaga kerukunan dan ketenteraman di masyarakat. ( redx )