Jakarta, Intra62.com – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tahun 2016.
Kejaksaan Agung (Kejagung), menyatakan, penyelidikan kasus ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022. Yang menandatangani Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Baca Juga: Bagaimana Hasil Penyelidikan Johnny G Plate Menkominfo, Oleh Kejagung Mengenai Proyek BTS
“Pada tahun 2016 PLN mempunyai kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354,” kata Sumedana dalam keterangan pers.
Sumedana menerangkan PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower tahun 2016 diduga telah melanggar hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena pangkat atau jabatan.
“Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ujar Sumedana. Tindakan ini termasuk delik korupsi.
Kasus ini ditingkatkan ke pengusutan karena Kejagung mendapati beberapa fakta perbuatan melanggar hukum. Di antaranya dokumen persiapan pengadaan tidak diciptakan.
Selanjutnya, PLN menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan DPT tahun 2016. Kenyataannya DPT 2016 tidak pernah diciptakan.
Sumedana menjelaskan PLN diduga selalu mengakomodasi permintaan Aspatindo. Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli PT Bukaka perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla. Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo.
Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah menjalankan pekerjaan pada masa kontrak Oktober 2016 – Oktober 2017 dengan realisasi hanya sebesar 30 persen.
Kurun November 2017 hingga Mei 2018 penyedia tower tetap melanjutkan pekerjaan pengadaan tower tanpa dasar hukum. Keadaan ini memaksa PLN melakukan addendum kontrak pada Mei 2018. Yang isinya perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Kemdian, PLN kembali menjalankan adendum kedua untuk penambahan volume pekerjaan. Dari mulanya 9.085 tower menjadi lebih 10.000 set tower. Juga perpanjangan waktu pekerjaan sampai Maret 2019. Pasalnya proyek belum usai.
Kejagung mendapatkan penambahan 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum antara PLN dengan kontraktor.
Gedung Bundar telah menggeledah kantor Bukaka, Ketut Sumedana melakukan penyidikan untuk mengumpulkan bukti. (red/intra62)