Intra62.com, Jakarta – Sejak bulan Maret 2022, posisi dan pertumbuhan utang luar negeri (ULN) pemerintah konsisten mengalami penurunan. Posisi Hutang Pemerintah pada Oktober 2022 sebesar US$ 179,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar US$ 182,3 miliar, berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI). Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 12,3% (yoy).
Menurut BI, penurunan ULN Pemerintah disebabkan oleh pergeseran penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi.
Dalam 10 bulan tahun ini, ULN hutang pemerintah tercatat turun US$ 20,5 miliar. Jika melihat tren tersebut, ULN pemerintah pada 2022 akan mengalami penurunan. Selama era Presiden Joko Widodo, ULN mulai turun sejak 2021 lalu, dan penurunan tahun ini jauh lebih besar.
Baca Juga : KPU Resmi Tetapkan Nomor Urut Peserta Pemilu 2024
Selain pergeseran penempatan dana investor asing, pembayaran utang pemerintah turut berkontribusi terhadap turunnya ULN sepanjang tahun ini.
Untuk pergeseran dana investor asing, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), capital outflow di pasar SBN sempat lebih dari Rp 170 triliun atau sekitar US$ 10 miliar (kurs Rp 15.600/US$.
Namun, belakangan kondisi membaik, sejak November hingga 9 Desember ada capital inflow sekitar Rp 43 triliun.
Dengan investor asing yang mulai memborong lagi SBN sejak November, capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.
Investor asing memang getol menarik dananya dari pasar SBN di tahun ini. Porsi kepemilikan asing di pasar obligasi pun menurun drastis. Tercatat hingga 9 kepemilikan asing 14,64%, turun tajam dibandingkan akhir 2021 sebesar 19,05%.
Di akhir 2020 porsi kepemilikan asing bahkan mencapai 25%, sementara di akhir 2019 sebelum pandemi melanda sebesar 38,6%.
Perang Rusia-Ukraina yang memicu inflasi tinggi, membuat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya.
Total sepanjang tahun ini The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%. Kenaikan tersebut memicu melesatnya imbal hasil (yield) obligasi (Treasury), selisihnya dengan SBN pun menyempit.
Hal itu, ditambah dengan kondisi global yang dipenuhi ketidakpastian membuat investor asing menarik dananya dari negara emerging market. Capital outflow pun terjadi sangat masif di pasar SBN, yang berdampak pada penurunan utang luar negeri Indonesia.
(red)