Jakarta , Intra62.com . Hakim MK : Sebaiknya judul permohonan yang berbunyi Kaesang Dilarang Jadi Gubernur itu tidak perlu ada.”
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menganggap tidak etis untuk meminta uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada yang membubuhkan judul Kaesang Dilarang Jadi Gubernur.
Menurut pendapat saya, ini adalah permohonan yang tidak etis. Dalam sidang pendahuluan yang diadakan di Ruang Sidang Pleno MK RI di Jakarta, Senin, Arief menyatakan bahwa tidak boleh dikasihi dengan cara ini. Ini tidak etis karena pemohon dan kuasa hukumnya adalah anak-anak muda.
Aufaa Luqmana Rea, seorang warga Surakarta, Jawa Tengah, mengajukan Perkara Nomor 99/PUU-XXII/2024. Ia meminta Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan bahwa batas usia calon kepala daerah dihitung saat pemungutan suara dilakukan.
Di bagian depan halaman depan, Aufaa Luqmana menulis judul “Kaesang Dilarang Jadi Gubernur”, merujuk pada berkas permohonan yang dapat diunduh dari situs web resmi MK.
Arief mengatakan bahwa judul tersebut seolah-olah mendorong orang Indonesia dan hakim konstitusi untuk memutuskan perkara sesuai dengan keinginan pemohon. Dalam berkas permohonan uji materi undang-undang, hal seperti itu juga tidak biasa.
Sebuah judul berjudul “Kaesang Dilarang Jadi Gubernur” tidak memenuhi aturan kepatutan dan kepantasan. Itu dihapus karena tidak ada dan tidak lazim. Arief menganggap permohonan ini provokatif.
Baca juga : Surya Paloh Dukung Gas Poll ,Jika Kaesang Cagub Jawa Tengah 2024
“Jadi selain berhukum berdasarkan rule of law (aturan hukum), juga ada rule of ethics (aturan etika),” kata Arief mengingatkan.
Pemohon meminta judul dihapus oleh mantan ketua MK.
Itu harus dihapus, tapi itu tergantung pada saudara apakah mau dihapus atau tidak. Namun, sebagai orang tua, saya memberi tahu anak-anak bahwa hukum juga ada di balik moral, etika, kepatutan, kepantasan. Dan kewajaran, serta semangat untuk tidak menyakiti satu sama lain. “Itu yang harus kita lakukan,” katanya.
Hakim Konstitusi Setuju ?
Hakim Konstitusi Arsul Sani, yang setuju dengan Arief Hidayat, mengatakan, “Sebaiknya judul permohonan yang berbunyi Kaesang Dilarang Jadi Gubernur itu tidak perlu ada.”
Pada kasus ini, Aufaa Luqmana memeriksa konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Menurut pemohon, pasal tersebut tidak menetapkan usia minimum untuk calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan wali kota dan wakil wali kota.
Aufaa, yang mengikuti persidangan secara online, menyatakan, “Jika setelah pemungutan suara, maka tidak ada pasangan calon, tetapi pasangan terpilih.”
Aufaa meminta MK mengubah Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada menjadi: calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia paling rendah 30 tahun, bupati dan wakil bupati harus berusia 25 tahun. Dan wali kota dan wakil wali kota harus berusia 25 tahun pada saat pelaksanaan pemungutan suara.
(redx )