Jakarta, Intra62.com – Perang besar Di Kota Cirebon. Pangeran Karangkendal akhirnya berhasil menyelamatkan Dipati Kuningan dengan susah payah; dia membawa Dipati Kuningan yang terluka dengan kudanya dan melarikan diri dari kerumunan tentara Pajajaran yang lebih besar.
Pangeran Karangkendal mengatakan kepada para prajurit Cirebon, “Mundur-munduuuur….!!”
Dari jauh, Arya Kiban tertawa terbahak-bahak melihat Pasukan Cirebon lari tunggang-langgang. Setelah itu, dia memberi tahu stafnya, “Jangan dikejar, biarkan pengecut-pengecut itu melapor kepada majikannya, kita fokus ke rencana kita, yaitu menyerbu Kota Raja Cirebon….!!”
Setelah Pajajaran menang dalam pertempuran di Palimanan, mereka tertawa terbahak-bahak dengan senang hati.
Beberapa hari kemudian, Arya Kiban menuju Cirebon bersama para panglima kerajaan bawahan Pajajaran lain untuk menaklukannya. Serangan pertama Arya Kiban adalah dengan menyerang Gunung Jati, pusat pemerintahan Cirebon setelah Istana Pakungwati.
Arya Kiban menyerbu Gunung Jati dengan pasukan yang besar. Namun, tentara Cirebon tidak meladeninya saat menyerbu. Oleh karena itu, Sunan Gunung Jati memerintahkan tentara Cirebon untuk mundur ke Kota Raja untuk menghindari pasukan Pajajaran yang dipimpin oleh Arya Kiban dan sekutunya.
Arya Kiban menjadi semakin yakin bahwa pasukan Cirebon akan dapat ditaklukkan dalam sekejap mata. Dia kemudian menuju pusat kerajaan Cirebon untuk mengalahkan mereka.
Perang sebenarnya terjadi ketika Arya Kiban dan pasukannya masuk ke wilayah kota raja. Itu adalah perang yang menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Jika Cirebon kalah, kesultanannya akan dibubarkan. Sebaliknya, jika Cirebon menang, Rajagaluh, Talaga, dan wilayah Pajajaran Timur lainnya akan ditaklukan.
Ketika kedua pasukan berhadapan, sebelum Gong berbunyi, tentara Cirebon menggunakan formasi perang Burung Bayan.
(red/ratna)